Mengulas mengenai "Pendidikan Berbasis Masyarakat"
Monday, March 19, 2012
Bagaimana Strategi
Peningkatan Pendidikan Melalui Pendekatan Berbasis Masyarakat atau Istilah lain Community Based Education
ABSTRAK
Pendidikan Berbasiskan masyarakat
pada (Comunity Based Education) intinya adalah bahwa masyarakat yang menentukan
kebijakan serta ikut berpartisipasi dalam me-nanggung beban pendidikan, bersama
seluruh ma-syarakat setempat, tentang pendidikan yang bermutu bagi anak-anak
mereka. Dalam pengertian ini masyarakat tidak semestinya menyerahkan seluruh
pendidikan anak-anak mereka kepada sekolah semena-mena, tetapi ikut memikirkan
serta bertanggung-jawab bersama kalangan pendidikan akan berhasilnya pendidikan
anak-anak mereka. Dengan demikian, akan diharapkan tercipta hubungan yang
harmonis antara pendidikan dirumah dan pendidikan disekolah serta pendidikan
diluar sekolah.
Kata kunci: Pendidikan Berbasis
Masyarakat (CBE), Mutu Pendidikan.
PENDAHULUAN
Undang-undang
Nomor 2 tahun 1989 dan GBHN 1993 mengamanatkan bahwa peran serta masyarakat,
keluarga dan pemerintah dalam penyelenggaraan pendidikan amat diperlukan.
Ditekankan dalam amanat tersebut bahwa segenap lapisan masyarakat, bangsa dan
negara Indonesia memiliki kewajiban untuk berpartisipasi dalam semua aspek
pengelolaan pendidikan di semua jenis dan jenjang karena pendidikan adalah
tanggungjawab bersama antara pemerintah,keluarga dan masyarakat.
Selain
itu, krisis multidimensi yang melanda Indonesia belakangan ini, memberi
momentum terjadinya perubahan mendasar dalam berbagai kehidupan, termasuk
kehidupan pendidikan. Saat ini, krisis multidimensi pengaruhnya terhadap
kehidupan pendidikan amat besar. Kemampuan pemerintah dalam menyediakan daya
dan dana pendidikan amat menurun. Oleh karena itu, pemerintah berupaya untuk
melibatkan masyarakat dan sekolah dalam mengelola pendidikan agar kualitas pendidikan
tetap optimal. Diharapkan, dengan adanya keterlibatan masyarakat terhadap
masalah pendidikan, mutu dan pemerataan pendidikan di Indonesia dapat
ditingkatkan.
Tiga
Strategi Pelaksanaan Pengikutsertaan Masyarakat Dalam Masalah Pendidikan di
Indonesia:
- Mereorganisasi sistem
pemerintahan dalam administrasi dan keuangan.
- Melaksanakan Manajemen
Berbasiskan Sekolah.
- Melaksanakan Pendekatan
Pendidikan Berbasiskan Masyarakat.
Tulisan
ini hanya ditujukan pada salah satu strategi dari tiga strategi yang digulirkan
oleh pemerintah yang diuraikan di muka yaitu “Pendekatan Pendidikan Berbasiskan
Masyarakat” atau PBM. Pendekatan PBM ini secara khusus ditujukan untuk dapat
menghasilkan model:
- Yang dapat membantu pemerintah
dalam pengerahan sumberdaya lokal dan eksternal.
- Yang dapat membantu pemerintah
dalam hal perencanaan, pelaksanaan dan penilaian program pelatihan
fungsional untuk anak putus sekolah dan pasca pendidikan menengah.
- Yang dapat menstimulasi
perubahan sikap dan persepsi masyarakat dalam hal pemilikan sekolah dan
lembaga pendidikan lainnya.
- Yang dapat meningkatkan
kepedulian masyarakat terhadap kebijakan desentralisasi tentang dukungan
masyarakat dan BP3 terhadap sekolah.
- Yang dapat mengembangkan
kelembagaan inovatif untuk menambah, meningkat-kan, dan mengganti sub
sistem pendidikan persekolahan guna peningkatan mutu dan relevansi
manajemen pendidikan dasar dan pasca pendidikan dasar.
PEMBAHASAN
Pendidikan
Berbasiskan Masyarakat
Pendidikan
Berbasiskan Masyarakat/Community Based Education (PBM) /(CBE) terdiri dari tiga
kata, yaitu pendidikan, berbasiskan dan masyarakat. Pendidikan adalah
pendidikan yang dilakukan oleh masyarakat dan untuk masyarakat. Dalam arti
luas; artinya pendidikan yang diselenggarakan baik secara sekolah/dulu biasa
disebut formal, atau yang diselenggarakan sebagai kursus/di luar sekolah, atau
latihan/ magang untuk memperoleh ke-terampilan, dahulu disebut non-formal,
maupun pendidikan yang dicontohkan dalam kegiatan-kegiatan dan/atau dituturkan
di dalam budaya masyarakat, sebelum ini disebut informal. Berbasiskan berarti
“berdasarkan pada” atau “berfokuskan pada”. Masyarakat adalah sebuah kelompok
yang hidup dalam daerah khusus (bisa bersifat setempat/lokal/regional atau
nasional) yaitu orang-orang yang memiliki harapan dan dampak terhadap upaya
pendidikan di Indonesia walaupun mereka mempunyai perbedaan dalam status
sosial, peranan dan tanggungjawab.
Secara
umum, pendidikan seringkali dipandang sebagai penanaman modal jangka
panjang yang harus mampu membekali anak didik untuk menghadapi masa
depannya. Pendidikan harus mampu mencerahkan anak didik dari keadaan
tidak tahu menjadi tahu. Pendidikan yang berhasil adalah pendidikan yang
mampu membuat anak didiknya berhasil dalam kehidupan. Dengan kata lain,
bicara soal pendidikan adalah bicara soal kualitas kehidupan anak didik, soal
kualitas sumberdaya manusia (SDM). Soal SDM ini, di abad-21 akan menjadi tantangan
dan sekaligus peluang bagi bangsa Indonesia untuk ikutan bergulir sejajar
dengan bangsa lain. Persaingan dalam bentuk barang produksi, tenaga kerja,
pariwisata dll akan muncul ke permukaan. Namun, yang menjadi persoalan
adalah sadarkah pemerintah atau bangsa Indonesia ini bahwa pendidikan adalah
kunci utama untuk menghadapi persaingan tersebut di muka? Adakah komitmen
pemerintah baik pusat maupun daerah untuk menentukan bahwa sektor pendidikan
adalah faktor kunci bagi pembangunan bangsa dan negara.
Bila
dilihat dari komitmen pemerintah Indonesia yang menempatkan pembiayaan
pendidikan hanya sebesar 20 persen dari rata-rata pendapatan nasional,
kesadaran pemerintah Indonesia atas masalah pendidikan harus diberi nilai
merah. Rapor buruk ini haruskah didiamkan saja atau masih adakah kepedulian
bangsa ini terhadap masalah pendidikan?
Beberapa
Langkah Penanggulangan Masalah
Secara
ideal, dunia pendidikan harus mampu berjalan beriringan dengan dunia
luar. Akan tetapi kita juga tahu bahwa dengan komitmen pemerintah yang
buruk dalam hal dana pendidikan baik pada masa lalu dan masa kini maka
idealisme tersebut masih jauh dari impian. Karenanya beberapa loncatan
pemikiran untuk penanggulangan masalah tersebut harus dilakukan.
Berikut
ada beberapa pemikiran yang menurut penulis dapat dilaksanakan pada masa dekade
sekarang ini.
A.
Partisipasi masyarakat
Salah
satu pendekatan yang ada hubungannya dengan partisipasi menyatakan bahwa
manusia mempunyai dinamika internal dan kapasitas yang tak terbatas untuk
membantu dirinya dan untuk berhubungan secara positif dengan lingkungannya,
apabila dikembangkan melalui perlakuan yang akurat dan dapat dipercaya. Selain
itu, partisipasi juga disadari memiliki banyak arti.
Partisipasi
dapat berarti bahwa pembuat keputusan mengikutsertakan kelompok atau masyarakat
luas terlibat dalam bentuk saran, pendapat, barang, keterampilan, bahan atau
jasa. Partisipasi juga dapat berarti bahwa kelompok mengenal masalah mereka
sendiri, mengkaji pilihan sendiri, membuat keputusan dan memecahkan
permasalahan mereka sendiri. Dalam konteks partisipasi, Illich (1983)
menyatakan bahwa rakyat biasa harus mampu bertanggungjawab atas kepentingan dan
kesejahteraan sendiri.
Oleh
karena itu, rakyat harus diberi kesempatan untuk ikut bertanggungjawab dalam
semua bidang kehidupan baik dalam bidang pendidikan, perawatan kesehatan,
transportasi, perencanaan pembangunan dll. Sedangkan Paulo Freire (1973)
menyatakan bahwa elit pembuat keputusan harus menyadari pentingnya partisipasi
masyarakat dalam pengambilan kebijakan publik. Tolok ukur keotentikan
pembangunan ialah apakah rakyat yang sebelumnya hanya diperlakukan sebagai
obyek yang sekedar tahu dan melaksanakan, kini diajak untuk berpartisipasi
sebagai subyek aktif yang sadar dan bertindak secara aktif dalam mencapai
tujuan hidup sendiri. Bertitik tolak dari pandangan ini, pemahaman tentang
konsep partisipasi perlu diperluas tidak hanya ditekankan dalam bentuk
pemberian dana, barang sebagai masukan instrumental, melainkan perlu
dikembangkan pula berbagai bentuk partisipasi lain seperti paritipasi dalam hal
waktu, pemikiran dan gagasan, kepercayaan dan kemauan.
Rugh
dan Bossert (1998:141) menyatakan bahwa masyarakat dan keluarga dapat diajak
untuk berpartisipasi dalam masalah pendidikan atau berinteraksi dalam dua belas
langkah berikut ini:
- Advocating enrollment and
education benefits
- Ensuring regular students
attendance and completion
- Constructing, repairing, and
improving facilities
- Contributing in-kind labor,
materials, land and funds
- Identifying and supporting
local teacher candidates
- Making decisions about school
location and schedules
- Monitoring and following up
teacher and students attendance
- Forming education committees to
manage schools
- Attending school meetings to
know about children’s work
- Providing skill instruction to
know about children’s work
- Helping children with studying
- Gathering more resources and
solving problems through the education bureaucracy.
B. Pendekatan Sistem Sebagai
Indikator PBM/CBE
Kalau
ditinjau secara pendekatan sistem yang mempergunakan tiga aspek masukan, proses
dan keluaran sebagai titik pengkristalan, maka masukan PBM/CBE adalah peserta
didik yang datang dari masyarakat, proses pendidikan PBM/CBE terjadi di dalam
masyarakat itu, dengan masukan sumberdaya dan masukan lingkungan, asalnya
terutama dari masyarakat itu sendiri, serta keluarannya berlangsung di dalam
masyarakat itu. Yang ditekankan dalam hal ini adalah bahwa mestinya
tanggungjawab pendidikan masyarakat itu adalah masyarakat itu sendiri.
Masyarakat setempat adalah stakeholder utama dari pendidikan di tempat itu.
Masyarakat setempat bukan hanya sebagai penonton yang kadang-kadang diundang
dalam permainan. Mestinya mereka itu berhak untuk menjadi pemain, bahkan
menjadi pemain utama. Itu akan lebih jelas bila dibandingkan dengan apa yang
terjadi selama ini. Selama ini, pendidikan seolah-olah adalah pendidikan
Pemerintah, masyarakat hanyalah klien/pelanggan belaka, ataupun dapat dikatakan
konsumer pendidikan sematamata. Masyarakat kadang-kadang dilibatkan, diundang
ikut dalam kegiatan pendidikan (community involvement), tetapi tidak berperan
serta (community participation). Memang selama ini pendidikan dapat dikatakan
semuanya terpusat. Kurikulum ditetapkan di pusat, tenaga pendidikan ditentukan
dari pusat, sarana/prasarana ‘diberikan’ dari pusat, uangnya ditentukan dari
pusat; semuanya mau diseragamkan dari pusat. Yang Terjadi adalah masyarakat
jadi pasif tidak tahu dan tidak biasa berkecimpung di dalam kehidupan
pendidikan anak-anak mereka. Sekolah adalah sekolahnya Pemerintah, sekolahnya
guru-guru, negeri atau swasta. Yang dilematis adalah siapa yang disebut
masyarakat itu. Di dalam otonomi daerah, masyarakat diberi batasan masyarakat
Kabupaten. Tetapi tentu di dalam suatu negara kesatuan masyarakat kabupaten
adalah bagian dari masyarakat propinsi dan selanjutnya adalah bagian dari
masyarakat negara. Bangsa Indonesia bukanlah federasi masyarakat kabupaten,
jadi meskipun otonomi daerah menyebut otonomi daerah tingkat dua, itu tidaklah
berarti bahwa masyarakat kabupaten terpisah dari keseluruhan masyarakat negara
kesatuan. Pertanyaan sekarang di dalam CBE, apakah yang menjadi tanggungjawab
masyarakat setempat dan apa yang menjadi tanggungjawab masyarakat nasional?.
Hal ini yang harus menjadi pergumulan bersama.
Berikut
ini disajikan contoh indikator PBM/CBE yang dapat dilakukan oleh masyarakat
lokal maupun nasional:
- Penurunan angka anak usia
sekolah yang tidak bersekolah.
- Pengurangan ketimpangan antar
wilayah atau antar kelompok sosial ekonomi dalam masyarakat.
- Pengurangan ketimpangan sebaran
guru, sistem insentif, dan mutasi guru.
- Peningkatan sarana/prasarana
pendidikan.
- Peningkatan Sosial ekonomi
anak-anak lingkungan ekonomi rendah.
- Peningkatan kesadaran orangtua
dalam hal membantu anaknya belajar.
- Peningkatan kesadaran anak akan
daya tarik bidang studi tertentu.
- Peningkatan kemampuan guru
dalam pendayagunaan alat dan sumber pendidikan.
- Pendokumentasian sumberdaya
pendidikan.
- Penetapan kebutuhan sumberdaya
pendidikan sesuai dengan identifikasi dan rumusan kebutuhan pendidikan
setempat.
- Identifikasi perorangan,
kelompok atau badan/lembaga yang potensial dengan berbagai jenis tertentu
sumberdaya pendidikan.
C. Tanggungjawab Pendidikan
Dalam
hal tanggungjawab dapat diperiksa kembali komponen dari sistem pendidikan.
Tentu ada sistem pendidikan lokal sekolah, kursus/pelatihan, yang dapat disebut
sistem institusional dan ada pula sistem pendidikan daerah tingkat dua dan
selanjutnya sistem pendidikan nasional. Sayangnya sampai sekarang yang sudah
ada UU-nya baru Sistem Pendidikan Nasional (SPN). Dalam mewujudkan otonomi
pendidikan daerah, mestinya SPN tadi dilengkapi dengan UU baru atau UU tentang
Otonomi Pendidikan Daerah. Selama ini pendidikan yang diselenggarakan swasta
pun, masukan-masukannya masih ditentukan dari pusat, hanya penyelenggaraannya,
terutama pembiayaannya yang dipikul hampir seluruhnya oleh penyelenggara
pendidikan swasta tersebut. Di sini letaknya kepelikan otonomi pendidikan dasar
dan menengah itu. Ditambah lagi dengan tiga jenjang persekolahan: pendidikan
dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. Apakah semuanya diotda
kabupatenkan?
Di
dalam PBM/CBE seyogianya yang mengetahui kebutuhan pendidikan bagi warganya
adalah masyarakat itu: berapa warganya yang harus ditampung di SD dan
SLTP atau Pendidikan Dasar, berapa yang harus ditampung di pendidikan menengah,
berapa yang perlu ditampung di dalam kursus-kursus dan lain sebagainya. Berapa
ruang yang diperlukan dan/atau berapa gedung yang diperlukan dan di mana harus
ditempatkan, berapa biaya yang diperlukan, berapa guru dan tenaga lain yang
dibutuhkan seharusnya lebih diketahui oleh masyarakat setempat. Tentu untuk itu
semua diperlukan data dan informasi yang akurat. Dengan demikian diperlukan
selain perangkat dinas juga dibutuhkan suatu perangkat di dalam masyarakat yang
menetapkan kebijakan untuk kebutuhan-kebutuhan di atas, di samping dinas yang
ditugasi untuk merencanakan dan melaksanakan kebijakan yang ditetapkan oleh
masyarakat.
Yang
menjadi masalah paling pelik adalah tanggung jawab keuangan. Meskipun disebut
otonomi pendidikan termasuk di dalam otonomi daerah tingkat dua, namun harus
dikatakan bahwa pendidikan sebenarnya adalah tanggungjawab bersama sebagai
bangsa. Sebagai bangsa kita bertekad untuk mengadakan wajib belajar pendidikan
dasar 9 tahun bagi semua warga. Itu berarti tidak hanya bagi daerah/masyarakat
yang mampu, tetapi juga bagi daerah yang kurang kapasitasnya untuk itu. Dengan
demikian diperlukan suatu mekanisme di mana yang kaya membantu yang lemah; mungkin
inilah yang harus pula termasuk ke dalam perimbangan keuangan di antara pusat
dan daerah. Apakah itu diatur dengan alokasi umum atau alokasi khusus. Apakah
grant berdasar jumlah siswa atau jumlah penduduk dan luas daerah; apakah untuk
semua peserta didik ataukah hanya yang di negeri saja?.
Di
sini akan disebut beberapa kegiatan yang perlu diperhatikan oleh masyarakat
untuk dapat menyelenggarakan PBM/CBE dalam hal perencanaan:
- Masyarakat seharusnya dapat
melaksanakan apa yang diistilahkan sebagai ‘micro planning’, artinya tidak
lagi berencana sebagai orang pusat yang tentunya berencana secara kasar
untuk daerah, ‘macro planning’ ;
- Harus punya data penduduk
dengan umur yang sangat terpercaya;
- Harus dapat mengidentifikasi
potensi sumberdaya dan dana yang tersedia;
- Seharusnya punya tenaga yang
punya kemampuan untuk merencanakan pendidikan di daerah. Perencanaan
pendidikan di daerah dengan wilayah yang lebih sempit (micro planning)
tidak lebih mudah dari perencanaan makro. Di sini dibutuhkan lebih banyak
variabel untuk menyusun rencana yang sungguh tepat memenuhi kebutuhan.
Sebenarnya perencanaan pendidikan dapat pula memberi sumbangan kepada
perencanaan wilayah, misalnya penentuan sebuah desa, kecamatan dan
seterusnya. Ambil contoh; mestinya sesuatu desa yang normal harus punya 1
SD, pada hal sebuah SD normal seharusnya punya 180 sd 300 murid. Jika
suatu desa hanya punya 200 KK, maka sukar untuk dapat ditetapkan sebagai
satu desa. Demikianpun untuk sebuah kecamatan seharusnya mempunyai paling
tidak sebuah SLTP yang diberi masukan peserta didik paling kurang dari 5
SD; jadi sesuatu kecamatan yang mempunyai hanya 3 desa tentu tidak
efisien, dan seterusnya. Di samping itu diperlukan apa yang disebut
‘educational mapping’ untuk sesuatu kecamatan atau kabupaten untuk
sungguh-sungguh dapat membuat pendidikan di daerah tersebut efisien dan
bermutu.
Educational
mapping dapat disamakan dengan perencanaan
tata ruang pendidikan; setelah mengetahui jumlah dan umur penduduk, juga
digambarkan persebaran penduduk dalam desa tersebut; digambarkan pula
jalan-jalan yang menghubungkan persebaran penduduk; diperkirakan di mana akan
diletakkan SD. Kemudian dilihat situasi kecamatan, di mana akan diletakkan
SLTP, berapa feeder-school SD yang diperlukan untuk setiap SLTP; berapa SLTP
yang perlu dibangun; kemudian diperhatikan situasi Kabupaten dan ditentukan
berapa SM (Umum dan Kejuruan) dibutuhkan dan di mana akan ditempatkan. Semua
kegiatan ini dilakukan untuk mengoptimalkan efisiensi serta mutu dari
pendidikan. Karena itu dibutuhkan sumber daya dan dana, serta diperlukan
standar-standar pendidikan untuk dapat mencapai mutu yang diharapkan. Menjadi
persoalan besar bagi daerah, apakah SD yang terlalu banyak dengan murid terlalu
sedikit perlu digabung demikian seterusnya, sehubungan dengan efisiensi dan
mutu pendidikan.
KESIMPULAN
DAN SARAN
Kesimpulan
Pendidikan
Berbasiskan Masyarakat/Community Based Education (PBM)/(CBE) terdiri dari tiga
kata, yaitu pendidikan, berbasiskan dan masyarakat. Pendidikan adalah
pendidikan yang dilakukan oleh masyarakat dan untuk masyarakat. Dalam arti
luas; artinya pendidikan yang diselenggarakan baik secara sekolah/dulu biasa
disebut formal, atau yang diselenggarakan sebagai kursus/di luar sekolah, atau
latihan/ magang untuk memperoleh keterampilan, dahulu disebut non-formal,
maupun pendidikan yang dicontohkan dalam kegiatan-kegiatan dan/atau dituturkan
di dalam budaya masyarakat, sebelum ini disebut informal. Berbasiskan berarti
“berdasarkan pada” atau “berfokuskan pada”. Masyarakat adalah sebuah kelompok
yang hidup dalam daerah khusus (bisa bersifat setempat/lokal/regional atau
nasional) yaitu orang-orang yang memiliki harapan dan dampak terhadap upaya
pendidikan di Indonesia walaupun mereka mempunyai perbedaan dalam status
sosial, peranan dan tanggungjawab.
Kegiatan
yang perlu diperhatikan oleh masyarakat untuk dapat menyelenggarakan PBM/CBE
dalam hal perencanaan:
- Masyarakat seharusnya dapat
melaksanakan apa yang diistilahkan sebagai ‘micro planning’, artinya tidak
lagi berencana sebagai orang pusat yang tentunya berencana secara kasar
untuk daerah, ‘macro planning’ ;
- Harus punya data penduduk
dengan umur yang sangat terpercaya;
- Harus dapat mengidentifikasi
potensi sumberdaya dan dana yang tersedia;
- Seharusnya punya tenaga yang
punya kemampuan untuk merencanakan pendidikan di daerah. Perencanaan
pendidikan di daerah dengan wilayah yang lebih sempit (micro planning)
tidak lebih mudah dari perencanaan makro. Di sini dibutuhkan lebih banyak
variabel untuk menyusun rencana yang sungguh tepat memenuhi kebutuhan.
Saran
Pendidikan
seringkali dipandang sebagai penanaman modal jangka panjang yang harus
mampu membekali anak didik untuk menghadapi masa depannya. Pendidikan
harus mampu mencerahkan anak didik dari keadaan tidak tahu menjadi tahu.
Pendidikan yang berhasil adalah pendidikan yang mampu membuat anak
didiknya berhasil dalam kehidupan. Dengan kata lain, bicara soal
pendidikan adalah bicara soal kualitas kehidupan anak didik, soal
kualitas sumberdaya manusia (SDM). Soal SDM ini, di abad-21 akan menjadi tantangan
dan sekaligus peluang bagi bangsa Indonesia untuk ikutan bergulir sejajar
dengan bangsa lain. Persaingan dalam bentuk barang produksi, tenaga kerja,
pariwisata dll akan muncul ke permukaan. Namun, yang menjadi persoalan
adalah sadarkah pemerintah atau bangsa Indonesia ini bahwa pendidikan adalah
kunci utama untuk menghadapi persaingan tersebut di muka? Adakah komitmen
pemerintah baik pusat maupun daerah untuk menentukan bahwa sektor pendidikan
adalah faktor kunci bagi pembangunan bangsa dan negara.
Daftar
Pustaka
Laporan
Bank Dunia: Education in Indonesia. (2003, September). From Crisis to
Recovery.
Lembaga
Pengembangan Manajemen Pendidikan. (2004). Model dan pedoman Peningkatan
Partisipasi Masyarakat Untuk Pembangunan Pendidkan. Jakarta: LPPM
Makalah
Konperensi Pendidikan Indonesia Mengatasi Krisis Menuju Pembaruan. (2006,
February). Jalan Menuju Pembaruan Pendidikan: Sebuah Pendekatan Berdasarkan
Kebutuhan Masyarakat, Jakarta
Media
MNPK NO. 6 TH. XX. (April 2000-Mei 2000). Manajemen Berbasiskan Sekolah di
tingkat Pendidikan Dasar; oleh Jiyono.
Regional
Educational Development and Improvement Project (Redip). (2002, November): Interim
Report 1. Jakarta.
Reports
to Unesco of the Internatinal Commission on Education for the Twenyfirst
Century (2004). Learning The reasure Within.
Sumber : http://pmancoffeemix.wordpress.com/
0 comments:
Post a Comment