Artikel : Mengenal Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
Monday, March 19, 2012
BAGAIMANA PANDANGAN TEORITIS DAN
MUNCULNYA
KURIKULUM TINGKAT SATUAN
PENDIDIKAN
Pengertian
Manajemen
berbasis sekolah bukanlah hal baru di dunia pendidikan, pada dasarnya banyak
diantara satuan pendidikan di Indonesia khususnya dan dibelahan dunia umumnya
sudah menerapkan system manajemen berbasis sekolah. Akan tetapi, banyak
diantara kita yang kurang mengenal dan memahami hakikat manajemen berbasis
sekolah.
Secara
leksikal manajemen berbasis sekolah (MBS) terdiri atas tiga kata yaitu
manajemen, berbasis, dan sekolah. Manajemen berarti penggunaan sumber daya
secara efektif untuk mencapai sasaran[1]. Berbasis mempunyai kata dasar basis yang
berarti dasar atau asas. Sekolah merupakan lembaga untuk belaja dan mengajar
serat tempat menerima dan memberikan pelajaran. Berdasarkan makna leksikal
manajemen berbasis sekolah dapat diartikan sebagai suatu penggunaan sumber daya
yang berasaskan pada sekolah itu sendiri dalam proses pengajaran atau
pembelajaran.
Dalam
hal ini proses pendidikan tidak lagi sepenuhnya menjadi tanggung dan wewenang
pemerintah pusat untuk memutuskan suatu perkara pendidikan yang berpacu pada
proses pelaksanaan pendidikan yang pada dasarnya proses pendidikan menurut
konsep MBS ini mengacu pada sumber daya ada pada suatu daerah maupun kondisi
yang ada di tiap – tiap satuan pendidikan. Pada akhirnya akan terjadi suatu
perubahan paradigma pada proses manajemen satuan pendidikan yang pada awalnya
segala kebijakan dan proses manajerial satuan pendidikan diatur oleh pemerintah
pusat menjadi wewenang dan tanggung jawab pemerintah daerah dan satuan
pendidikan terkait.
Konsep
pemikiran MBS pada awalnya tercetus sekitar 1970-an di Amerika Serikat sebagai
alternatif untuk memperbaharui pengelolaan pendidikan satuan pendidikan. Hal
ini dilakukan karena puluhan tahun lamanya tidak ada perubahan dan peningkatan
yang berarti dalam memenuhi tuntutan yang terjadi di tengah keberagaman
masyarakat dan lingkungan sekolah. Tuntutan ini terjadi pada stakeholders yang
kurang puas dengan lulusan yang ada.
Definisi
secara luas dikemukakan Wohlstetter dan Mohrman bahwa MBS merupakan pendekatan
politis untuk mendesain ulang organisasi sekolah dengan memberikan kewenangan
dan kekuasaan kepada partisipan satuan pendidikan pada tingkat local guna
memajukan sekolahnya[2].MBS meletakkan tanggung jawab dalam
pengambilan keputusan dari pemerintah daerah kepada sekolah yang menyangkut
bidang anggaran, personel, dan kurikulum, oleh karenanya MBS memberikan hal
kontrol proses pendidikan kepada kepala sekolah, guru, siswa, dan orang tua[3].
Departemen
pendidikan nasional menyebut MBS dengan Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis
Sekolah (MPMBS), secara umum MPMBS berarti sebagai suatu model manajemen yang
memberi otonomi lebih besar pada sekolah dan mendorong pengambilan keputusan
partisipatif yang melibatkan secara langsung semua warga sekolah untuk
meningkatkan mutu sekolah berdasarkan kebijakan pendidikan nasional.
Dari
beberapa definisi di atas dapat diatrik suatu kesimpulan bahwa manajemen
berbasis sekolah merupakan model pengelolaan sekolah dengan memberikan
kewenangan yang lebih besar pada satuan pendidikan untuk mengelola satuan
pendidikannya secara langsung.
PENERAPAN MBS DENGAN PROSES KTSP
Munculnya
konsep MBS (MPMBS) di Indonesia tidak jauh berbeda dengan hal yang
melatarbelakangi MBS di Negara luar seperti Amerika Serikat, ada beberapa alasan
antara lain, tiap – tiap satuan pendidikan lebih mengetahui kekuatan,
kelemahan, peluang, ancaman, dan sumber daya yang dimlikinya (hal ini karena
tidak semua satuan pendidikan memiliki karakteristik, kelebihan, dan kekurangan
yang sama) oleh karenanya satuan – satuan pendidikan dapat mengoptimalkan tanpa
memandang keseragaman dengan satuan pendidikan lainnya, sekolah lebih
mengetahui kebutuhan yang diajukannya, keterlibatan warga sekolah dan
masyarakat dalam pengambilan keputusan dapat menciptakan transparansi dan
demokrasi yang sehat.
Operasional
manajemen berbasis sekolah seiring dengan dikeluarkannya keputusan pemerintah
mengenai pemberlakuan dan pelaksnaan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
sebagaimana pemikiran pada ahli pendidikan di Indonesia yang memang memahami
karakteristik dan keberagaman kondisi sumber daya tiap daerah. Tiap daerah
memiliki karakteristik yang berbeda dan kekhasan yang unik dan tidak dimiliki
oleh daerah lain. Hal lainnya bila dipandang dari sudut pandang geografis dan
antropologis, Negara Indonesia yang berbentuk kepulauan menyebabkan
karakteristik dan adat budaya yang ada di Indonesia sangatlah berbeda
sebagaimana prinsip Bhineka Tunggal Ika.
Pengelolaan
satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah
dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan minimal dengan prinsip manajemen
berbasis sekolah/madrasah[4]. Kurikulum tingkat satuan pendidikan yang
dicetuskan pada 2006 lalu, merupakan alternative jawaban terhadap UU Sisdiknas
tahun 2003 ini yang menerapkan prinsip pengembangan pada tiap – tiap satuan
pendidikan untuk mengelola dan mengembangkan potensi, minat, dan bakat anak
didik dengan memperhatikan perkembangan peserta didik, sumber daya yang ada di
daerah tersebut, dan kondisi fisik yang ada. Pengelolaan satuan pendidikan
mengacu pada standar isi dan standar nasional pendidikan yang merupakan standar
minimal pengelolaan kurikulum pendidikan. Satuan dan pendidik bebas mengembangkan
kompetensi yang ada dengan memperhatikan karakteristik yang telah diulas di
depan, tanpa menyimpang dari rambu – rambu yang icetuskan pada Peraturan
Pemerintah tentang pelaksanaan kurikulum tingkat satuan pendidikan (standar
isi, standar proses, dan standar kompetensi lulusan).
KESIMPULAN
Manajemen
berbasis sekolah merupakan suatu upaya penerapan pada proses perubahan
paradigma pendidikan dan pola pengelolaan dari pusat menuju daerah/satuan
pendidikan. Pemerintah pusat tidak lagi melakukan pengendalian dan pengaturan
pada proses pengelolaan dan manajerial pendidikan dan pelaksanaannya, karena
hal ini sudah menjadi hak dan kewajiban pemerintah daerah bersama satuan
pendidikan terkait. Pemerintah pusat hanya mengeluarkan kebijakan – kebijakan
pada standar minimal dan garis besar pelaksanaan proses pendidikan yang
bermuara pada satuan – satuan pendidikan masing – masing.
Satuan
pendidikan berhak memajukan dan melaksanakan proses pendidikan dengan
memperhatikan sumber daya yang ada (bukan lagi bertumpu pada petunjuk yang
dikeluarkan pemerintah pusat). Namun demikian, pemerintah pusat berhak menerima
laporan dan perkembangan satuan pendidikan dan mengevaluasi jalannya proses
pendidikan apakah sesuai dengan stakeholders di lapangan atau belum.
Guru
sebagai pelaksana kurikulum tingkat satuan pendidikan dapat dengan mudah
mengembangkan materi pembelajaran dan mengukur tingkat perkembangan anak didik
di sekolah. Hal ini dilakukan sebagaimana karakteristik KTSP yang seiring
dengan penerapan manajemen berbasis sekolah. Sehingga paradigma lama yang
menyatakan bahwa pemerintah pusat (dalam hal ini Departemen Pendidikan
Nasional) adalah segalanya dan pemerintah daerah (Dinas Pendidikan) sudah
tidak lagi berlaku. Proses pengembangan kurikulum yang terima bersih sudah tidak
ada lagi di tiap satuan pendidikan karena pengembangan kurikulum (bila melihat
prinsip MBS) berdasarkan KTSP ada di tiap satuan pendidikan dalam hal ini
adalah sekolah. Dan apabila satuan pendidikan belum mampu membuat dan
mengembangkan KTSP pemerintah melalui departemen pendidikan wajib membantu dan
mengembangkan kurikulum tersebut bersama satuan pendidikan terkait.
DAFTAR PUSTAKA
Crombie, Rogers. Curriculum
Innovation – a celetration of classroom practice –terjemahan (Pembaruan
Kurikulum – sebuah perayaan praktik ruang kelas). Jakarta: Grasindo. 2005
Kamus Besar Bahasa Indonesia –cetakan
ketiga edisi ketiga. Jakarta: Balai Pustaka 2005
Undang – Undang Sistem Pendidikan
Nasional Nomor 20 Tahun 2003
www.ed.gov/databases/SER/schbasedmgmt.
www.ed.gov/databases/ERIC-Digest/index.
Sumber artikel : http://vhajrie27.wordpress.com/
0 comments:
Post a Comment