Kajian Paradigma Ilmu Sosial dan Ilmu Pendidikan

Monday, March 19, 2012

Kajian Paradigma Ilmu Sosial dan Ilmu Pendidikan di lingkungan tempat tinggal 

Permasalahan : 
Hidup bermasyarakat ditentukan oleh sifat biologi manusia, kemudian dikontrol oleh ilmu-ilmu bermasyarakat. Setiap tempat dan waktu pola hidup bermsyarakat berbeda ditentukan oleh kebutuhannya masing-masing, sehingga masalah dan cara penyelesaiannya juga berbeda. 

Berikut akan dicoba diuraikan mengenai :
  1. Gambran sebuah paradigma sosial di lingkungan tempat tinggal yang pantas dikemukakan.
  2. Lebih spesifik gambarkan paradigma pendidikannya.
===========================================================================

Berikut Urian mengenai kajian permasalahan di atas menurut saya (Sarna Suryana) yang sedang belajar menulis dan menulis......mengenai fakta/fenomena lingkungan sekitar....Wawlohu 'alam mengenai kebenarannya.....

A.      Pendahuluan
Secara genetik sifat keturunan yang dapat diamati/dilihat (warna, bentuk, ukuran) dinamakan fenotip. Sifat dasar yang tak tampak dan tetap (artinya tidak berubah karena lingkungan) pada suatu individu dinamakan genotip. Dalam ilmu biologi, genotip dan lingkungan dapat menetapkan fenotip atau dengan kata lain fenotip merupakan resultan/hasil dari genotip dan lingkungan. Dengan demikian, maka dua genotip yang sama dapat menunjukkan fenotip yang berlainan, apabila lingkungan bagi kedua fenotip itu berlainan. Contohnya anak kembar satu telur tentunya memiliki genotip yang sama, tetapi jika kedua anak tersebut dibesarkan dilingkungan berbeda maka mereka akan memiliki sifat fenotip yang berbeda.
Penulis kemukakan contoh di atas (contoh dari segi ilmu biologi) hanya untuk memperlihatkan betapa pengaruh lingkungan sangat kuat terhadap munculnya sifat atau karakter pada seseorang. Belum lagi sifat dasar manusia yang lain yang dipengaruhi oleh kebutuhan biologis itu sendiri seperti  rasa lapar, rasa sakit, rasa takut, kebutuhan seks dan ego (Sutarto, 2011) yang menentukakkan juga terhadap karakter atau perilaku seseorang di masyarakat. Sebagai contoh pada masyarakat yang rata-rata memiliki pekerjaan tetap (gaji cukup) tentunya tuntutan terhadap pemenuhan/dorongan rasa lapar tersebut kecil bila dibandingkan dengan sekelompok masyarakat yang kebanyakan memiliki pendapatan tidak menentu, sehingga bisa terlihat karakter lain di masyarakat. Maka dengan demikian terbentuklah masyarakat yang heterogen sehingga diperlukan ilmu yang bisa mempelajari hidup bersama dalam masyarakat  dan ikatan-ikatan yang menguasai kehidupan tersebut (Sosiologi) diharapkan bila terjadi konflik atau gesekan-gesekan horizontal di masyarakat, dengan ilmu ini bisa mengatasi dan menyelesaikan masalah.

B.     Gambaran Paradigma Sosial Lingkungan Tempat Tinggal Penulis
Lingkungan sosial sangat besar pengaruhnya dalam membentuk kepribadian seorang manusia, adapun yang dimaksud dengan lingkungan sosial adalah semua orang atau manusia lain yang dapat mempengaruhi manusia lain. Pengaruh lingkungan sosial itu ada yang diterima secara langsung dan ada yang tidak langsung. Pengaruh secara langsung seperti dalam pergaulan sehari-hari dengan orang lain, keluarga, teman-teman, kawan sekolah, sepekerjaan, dan lain sebagainya. Pengaruh yang tidak langsung yaitu: melalui radio, TV majalah, buku-buku surat kabar dan lain sebagainya (Dalyono, 2001:133).
Dalam hal ini yang akan dibahas adalah lingkungan sosial yang di dalamnya terdapat lingkungan keluarga yang sangat berperan dalam pembentukan kepribadian anak dan faktor-faktor di dalamnya yang memiliki andil besar dalam pembentukan kepribadian tersebut yang tentunya tidak terlepas dari peran keluarga.
Lingkungan tempat tinggal penulis berada dikawasan Kecamatan Cimenyan Kabupaten Bandung (berbatasan dengan Kota Bandung, hanya terpisahkan oleh jalan), berada di lingkungan gang yang padat penduduk. Hampir tidak ada celah untuk dapat dinikmati sebagai ruang terbuka oleh para penghuni rumah. Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat, begitupun dengan kehidupan masyarakat yang tinggal di gang sempit yang dibangun oleh berbagai keluarga dengan kekhasan yang beragam, tentu akan menimbulkan dinamika tersendiri bagi masyarakat yang ada di dalamnya, hal ini diperparah dengan banyaknya rumah-rumah kos yang dikontrakan memungkinkan banyaknya pendatang yang tentu saja memiliki latar belakang keluarga yang beragam pula yang ikut membentuk tipe masyarakat di daerah tersebut.  Dalam bentuknya keluarga selalu memiliki kekhasan. Setiap keluarga selalu berbeda dengan keluarga lainnya. Ia dinamis dan memiliki sejarah “perjuangan, nilai-nilai, kebiasaan” yang turun temurun mempengaruhi secara akulturatif (tidak tersadari). Sebagian ahli menyebutnya bahwa pengaruh keluarga amat besar dalam pembentukan pondasi kepribadian anak. Keluarga yang gagal membentuk kepribadian anak biasanya adalah keluaraga yang penuh konflik, tidak bahagia, tidak solid antara nilai dan praktek, serta tidak kuat terhadap nilai-nilai yang rusak. Itupun yang terjadi di lingkungan gang sempit, kurang baik untuk perkembangan pendidikan anak. Berikut foto letak rumah penulis.
                     
Satu dinamika sosial terlepas kekurangannya, tentunya pada type kelompok masyarakat seperti ini masih adanya rasa kebermasyarakatan dan kekeluargaan yang tinggi bila dibandingkan dengan type/kelompok masyarakat yang menamakan diri kelompok masyarakat elit dimana rumah satu sama lain dibatasi dengan tembok yang besar, bahkan kasarnya tetangga sebeleh meninggalpun mungkin tidak tahu. Sebagai contoh suka diadakannya kerja bakti lingkungan hidup, ronda (poskamling), pengajian rutin ibu-ibu dan bapak-bapak pada minggu tertentu yang sudah diagendakan, takjiah bersama bagi yang meninggal dunia, menyantuni dan menginventarisir anak-anak yatim dan orang-orang miskin untuk diberikan bantuan, dan lain-lainnya.
Itulah beberapa gambaran paradigma sosial yang berada dilingkungan tempat tinggal penulis yang merasa pantas untuk diangkat dan dikaji sehingga positif dan negatifnya bisa dijadikan bahan kajian keilmuan sehingga menambah wawasan dalam kemasyarakatan pada khususnya dan kewarganegaraan pada umumnya sebagaimana digambarakan pada skema di bawah ini :



Gambar Skema Paradigma Sosial yang terbentuk di Masyarakat

C.     Gambaran Paradigma Pendidikan Tempat Tinggal Penulis
Pembahasan mengenai pengaruh lingkungan terhadap proses pendidikan manusia khususnya dalam kehidupan bermasyarakat sebagaimana penulis uraikan di atas bertitik tolak atau fokus kepada keluarga. Karena keluarga memiliki peranan yang sangat penting dalam upaya mengembangkan pribadi anak. Perawatan orang tua yang penuh kasih sayang dan pendidikan tentang nilai-nilai kehidupan, baik agama maupun sosial budaya yang diberikannya merupakan faktor yang kondusif untuk mempersiapkan anak menjadi pribadi dan anggota masyarakat yang sehat. F.J. Brown dalam Syamsu (2006 ; 36) mengemukakan bahwa ditinjau dari sudut pandang sosiologi, keluarga dapat diartikan dua macam, yaitu a) dalam arti luas, keluarga meliputi semua pihak yang berhubungan darah atau keturunan yang dapat dibandingkan dengan “clan” atau marga; b) dalam arti sempit keluarga meliputi orang tua dan anak. Selain lingkungan keluarga, lingkungan masyarakatpun tidak kalah  pentingnya dalam membantu perkembangan anak-anak dalam mencapai kedewasaannya, lingkungan masyarakat yang baik akan menciptakan generasi yang baik pula dan sebaliknya lingkungan masyarakat yang buruk akan membawa dampak dan pengaruh yang buruk pada anak dalam mencapai kedewasaannya. Sehingga perhatian terhadap lingkungan pendidikan baik pendidikan di keluarga, madrasah/sekolah dan masyarakat menjadi sangat penting dalam rangka menciptakan generasi yang sesuai dengan tuntutan dan harapan bangsa, negara dan agama.
Berdasarkan uraiaan tersebut di atas, betapa keluarga merupakan factor pertama dan utama dalam peletakan dasar-dasar pendidikan bagi anak-anaknya, sehingga para orang tua tidak ada alasan untuk tidak memperhatikan anaknya. Dari segi melanjutkan sekolah di lingkungan penulis rata-rata sampai tingkat SMP (mungkin karena program wajar dikdas 9 tahun) dan sebagian lulus SMA, sedikit yang ke perguruan tinggi. Dari fenomena lain, dunia pendidikan sekarang pada umumnya dan di sekitar tempat tinggal penulis pada khususnya, pergaulan anak atau perkembangan anak oleh beberapa orang tua tidak bisa dikontrol dan dikendalikan. Sebagai contoh bahasa yang keluar dari pergaulan mereka mohon maaf banyak kata-kata “kotor” dan “jorok”, sudah membiasakan diri merokok, berani tidak melaksanakan ibadah sesuai kepercayaannya, dan lain sebagainya. Dengan fakta seperti itu penulis pada khususnya dan para orang tua pada umumya dihadapkan pada posisi dilematis. Satu sisi anak perlu bermain (memang masanya anak untuk bermain), satu sisi para orang tua sangat riskan dengan pergaulan anak sekarang. Sehingga para orang tua harus benar-benar membuat program kegiatan anak yang kuantitas dan kualitasnya benar-benar terjaga sehingga mereka bisa diminimalkan terkontaminasi oleh pergaulan yang kurang baik, walaupun pada era globalisasi dan informasi ini sangat berat sebagai orang tua.
Untuk meminimalkan anak-anak generasi penerus bangsa dan juga bagian dari komponen masyarakat di lingkungannya menjadi anak yang berkualitas baik jenjang pendidikan, akhlak, dan pribadi unggul lainnya, penulis mencoba membuat suatu skema atau alur paradigm pendidikan khususnya di lingkungan tempat tinggal penulis sebagai berikut :


Gambar : Skema paradigm pendidikan keluarga

Untuk membentuk manusia yang baik dan berguna bergantung pada proses pendidikan yang dilakukan di sekolah. Keluarga dan masyarakat juga sangat menentukan tercapainya tujuan pendidikan tersebut. Sekolah, keluarga, dan masyarakat harus bekerjasama dengan baik dalam mengupayakan tercapainya tujuan pendidikan. Keluarga berperan dalam membentuk dan mengembangkan kepribadian “Islam” dalam kehidupan sehari-hari di rumah. Masyarakat menguatkan nilai-nilai yang ditanamkan di keluarga dan sekolah.
Negara mendorong keluarga untuk meningkatkan peran dan kemampuannya dalam mendidik anak serta menyediakan fasilitas-fasilitas yang dibutuhkan keluarga yang ingin meningkatkan kemampuannya dalam mendidik anak. Negara dapat menarik sementara hak pendidikan anak dari seorang ayah atau ibu dan menyerahkannya kepada keluarga atau kerabat lain yang mampu mendidik, apabila seorang ayah atau ibu sangat lemah dalam mendidik anaknya, sampai ayah atau ibu tersebut dapat mendidik anaknya.kjjkjafjafjakjfkajfkajfkajfkajfafajjfajfjfjfajfafjafj
Negara harus mengawasi media massa dan perilaku individu-individu dalam kehidupan umum. Media massa tidak boleh menyebarkan nilai, pemikiran, atau contoh perilaku yang membahayakan peserta didik. Demikian pula tindakan-tindakan pelanggaran hukum atau yang tercela; harus ditindak tegas sehingga tidak menyebar di tengah-tengah masyarakat. Tindakan negara ini seiring dengan peran kontrol sosial warga masyarakat sehingga efektif menjaga generasi dari lingkungan yang buruk bagi pendidikannya.


Daftar Pustaka
Dalyono, M.  2001 Psikologi Pendidikan, Renika Cipta, Jakarta
Sutarto, Toto. 2011. Slide Presentasi Kuliah Kajian Paradigma Ilmu Sosial dan Ilmu Pendidikan.. Unigal : Tidak diterbitkan.

Read more...

Rangkuman Manajemen Strategik Pendididikan

1. Sasaran utama manajemen strategi masa sekarang adalah berupaya meningkatkan mutu   pendidikan melalui SPMI


            Pengertian SPMI itu adalah : 

Kegiatan sistemik penjaminan mutu pendidikan suatu lembaga oleh lembaga/institusi tersebut (internally Drive) untuk mengawasi penyelenggaraan pendidikan lembaga tersebut secara berkelanjutan (continous improvment). Mengandung pengertian bahwa Sistem Penjaminan Mutu Internal ini dilaksanakan dan diawasi secara mandiri oleh semua unit/komponen kerja yang ada di lembaga pendidikan tersebut melalui Badan Penjamin Mutu (Quality Assurance).

Kegiatan ini mencakup mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengendalian dan pengembangan standar mutu pada lembaga pendidikan sehingga stakeholder (siswa/mahasiswa, orang tua, masyarakat, pemerintah, ataupun pihak lain yang berkepentingan) memperoleh kepuasan.


Bagaimana konsep dasar SPMI dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan ?
            Konsep dasar SPMI adalah berpijak pada :
1)        Undang-undang Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 yang mengamanatkan pengendalian dan evaluasi mutu pendidikan harus dilakukan baik terhadap program maupun institusi pendidikan secara berkelanjutan.
2)        Undang-undang No. 19 Tahun 2005, bahwa penetapan Standar Nasional Pendidikan (SNP) untuk mewujudkan pendidikan nasional yang bermutu.

Dengan dasar tersebut maka penetapan manajemen mutu pada lembaga pendidikan merupakan suatu keharusan untuk memenuhi atau melampaui Standar Nasional Pendidikan dengan cara mempersiapkan :
a.    Kebijakan mutu (policy), naskah/buku/dokumen berisi definisi, konsep tujuan, strategi, berbagai standar mutu.
b. Pedoman mutu (manual), naskah/dokumen yang berisi mekanisme perencanaan, penerapan, pengendalian, dan pengembangan atau peningkatan standar mutu.
c.       Standar mutu, naskah/dokumen berisi minimum 8 standar nasional pendidikan
d.   Dokumen/formulir mutu, naskah/dokumen yang berisi berbagai formulir yang berfungsi sebagai instrument untuk merencanakan, melaksanakan ataupun pengembangan standar mutu.

Kesimpulan : Dengan adanya penjaminan mutu secara internal yang dilakukan terus menerus dalam rangka memenuhi atau melampaui SNP, maka mekanisme/sistem penjaminan mutu tersebut sekaligus juga dapat menghentikan perubahan bila dinilai perubahan tersebut menuju ke arah penurunan atau kemunduran atau tidak mendukung ketercapaian visi misi suatu lembaga/institusi tersebut.

Apa tujuan SPMI itu ?
            Tujuan SPMI diantaranya sebagai berikut :

1)   Membantu perbaikan dan peningkatan secara terus-menerus dan ber­kesinambungan melalui praktek yang terbaik dan selalu mengadakan inovasi.
2)     Menyediakan informasi pada masyarakat sesuai sasaran dan waktu secara konsisten, dan bila mungkin, membandingkan standar yang telah dicapai dengan standar standar lembaga yang lain (lembaga sejenis/pesaing).
3)  Menjamin dan meminimalkan prosedur/proses sesuai SNP sehingga target mutu pendidikan tercapai.

Kesimpulan : Tujuan SPMI adalah memelihara dan meningkatkan mutu pendidikan secara berkelanjutan yang dijalankan oleh suatu lembaga pendidikan secara internal, untuk mewujudkan visi serta untuk memenuhi kebutuhan stakeholders melalui penyelenggaraan pendidikan yang bermutu.

2.      Dalam manajemen strategi analisa SWOT sangat diperlukan. Coba anda tuliskan tujuan langkah-langkah analisis SWOT tersebut sebagai pendekatan manajemen strategi !
Analisis SWOT adalah sebuah metode perencanaan manajemen strategis yang digunakan untuk mengevaluasi Kekuatan (Strength), Kelemahan (Weakness), Peluang (Opportunity), dan Ancaman (Threat)  yang terjadi dalam dalam suatu organisasi. Untuk melakukan analisis, ditentukan tujuan/usaha/identifikasi objek yang akan dianalisis.  Kekuatan dan Kelemahan dikelompokkan ke dalam faktor Internal, sedangkan Peluang dan Ancaman diidentifikasi sebagai faktor Eksternal yang terlibat sebagai sumber input untuk perancangan proses sehingga proses yang dirancang dapat berjalan optimal, efektif, dan efisien yang menjadi dasar untuk pengambilan keputusan strategis, misalnya dengan SWOT bisa mengidentifikasi kompetensi langka atau unggul pendidikan dan cara unggul yang digunakan dalam manajeme pendidikan yang tepat akan memberikan keunggulan kompetitif berkelanjutan.

Hal-hal yang perlu diperhatikannya diantaranya sebagai berikut ::
a.     Para perumus kebijakan strategi terlebih dahulu harus memahami faktor-faktor kekuatan yg dimiliki organisasi pendidikan
b.  Mengenali kelemahan yang terdapat dalam organisasi pendidikan dibandingkan dengan kekuatan eksternal
c.    Prediksi kekuatan yg harus dimiliki organisasi agar mampu bersaing untuk dapat meraih peluang dengan cara menyusun manajemen strategi
d.      Perlu memprediksi ancaman eksternal. Jika ancaman tidak terlalu menonjol, para manajer tidak perlu menunjukkan karakteristtik “defeatist” yg mendominasi cara berpikir
e. Manajer perlu mengembangkan keterampilan & meramalkan perubahan-perubahan pendidikan yg akan terjadi di lingkungan eksternal
f.    Manajer perlu memanfaatkan peluang dengan cara memilih berbagai variabel yg bersifat kritikal & menyeleksi sumber-sumber penting dari informasi tentang lingkungan
g.      Memahami & menilai cara pendekatan peramalan untuk diintegrasikan

3.      Apa kegunaan manajemen strategi dalam pengembangan pendidikan ?
Kegunaan Manajeme Strategi dalam pengembangan pendidikan sebagai berikut :
a.    Organisasi pendidikan mempunyai arah yang jelas untuk ditempuh sesuai dengan visi dan misi pendidikan
b. Tersedianya tenaga-tenaga profesional disertai semangat yg tinggi untuk memajukan pendidikan
c.    Manajemen puncak dan manajemen pelaksana membuat komitmen yg kuat setiap rencana dan pelaksanaan strategi guna memcapai keunggulan kompetitif
d.    Berusaha meningkatkan efektivitas dan produktivitas setiap tahapan strategi
e. Berusaha memahami aturan dan persyaratan-persyaratan strategi internal agar implementasi strategi tepat sasaran


4.      Kenapa pengenalan lingkungan eksternal sangat diperlukan dalam manajemen strategi ?
Pengenalan lingkungan eksternal secara tepat sangat  penting karena :
  1. Faktor-faktor yg berpengaruh itu tidak pernah konsisten melainkan berubah-ubah
  2. Intensitas dampaknya terhadap kehidupan beraneka ragam
  3. Banyak faktor-faktor eksternal berbentuk kejutan yg tidak dapat diperhitungkan sebelumnya betapapun cermatnya analisis SWOT dilakukan
  4. Kondisi lingkungan eksternal itu berada di luar kemampuan organisasi yg harus dikendalikan
  5. Lingkngan eksternal membuka peluang bila mampu bersaing, tetapi bila tidak mampu mengatasinya bisa menjadi ancaman serius
  6. Abad ini merupakan abad global diberbagai bidang kehidupan, termasuk pengaruhnya terhadap organisasi pendidikan
  7. Kehadiran korporasi multi nasional yang membuat kabur batas-batas wilayah kekuasaan lintas negara

5.      Dalam manajemen strategi ada sasaran jangka pendek dan sasaran strategi operasional. Coba Jelaskan kedua sasaran tersebut !
Sasaran jangka pendek, ialah menentukan periodisasi melalui penetapan saaran-sasaran tahunan berbentuk rincian sasaran secara operasional dan proporsional sesuai dengan jangkauan waktu & program kegiatan lebih jelas, kongkrit, mendetail dan bersifat kuantitatif.
Strategi Operasional, ialah sasaran secara operasional meliputi teknis pelaksanaan operasi dibagi menjadi beberapa tahap seperti bagian, seksi, divisi sampai departemen. Setiap bagian ini dipimpin oleh seorang manajer operasional yag mengatur berbagai kegiatan fungsional seperti mengatur sumber daya manusia, fungsi kegiatan organisasi, keuangan & sebagainya.

Hal-hal yang perlu diperhatikan ialah kuantitas rencana dan program operasional.  Keduanya harus dimbangi dengan anggaran yang memadai.


6.      Manajemen strategi mebutuhkan waktu yang panjang. Coba anda tuliskan perbedaan perencanaan strategi dengan perencanaan jangka panjang !

Perencanaan Strategik
Perencanaan Jangka Panjang
a.    Sistem Terbuka, dinamis & mengalami perubahan bila ada informasi muncul dalam lingkungan
b.    Berorientasi pada proses itu sendiri

c.    Rasional, karena tdk terpengaruh oleh nilai² sosial politik atau realita yg irasional
d.  Menganalisa pada lingkungan eksternal terlebih dahulu. Secara kualitatif berdasarkan intuitif dalam kegiatan terpadu
e. Mendayagunakan yg ada pada masa sekarang
f.   Menekankan pada kreativitas, inovatif & intuisi sebagai seni manajemen dalam pengambilan keputusan
a.    Merupakan sistem tertutup dibatasi ruang dan waktu

b. Berorientasi pada hasil sesuai dengan rencana awal
c. Menggunakan formula atau rumus tertentu

d. Cenderung mengarah kepada analisis internal berdasarkan model² pengembangan sumber secara kuantitatif
e.  Membuat keputusan masa yang akan datang
f.    Menekankan pada penggunaan ilmu dalam pengambilan keputusan


Sedangkan Menurut Feeney sebagai berikut :
Ditinjuau
dari segi
Perencanaan Strategik
Perencanaan Jangka Panjang
Perspektif

Lingkungan eksternal terlebih dahulu
Menitik beratkan pada lingkunang internal lembaga
Sistem

Sistem terbuka

Sistem tertutup

Data

Data Kualitatif

Kuantitaif

Fungsi

Memfungsikan keseluruhan dari bagian bagian secara terpadu

Memfungsikan masing-masing atau bagian setiap lembaga

Proses

Pendekatan induktif

Pendekatan deduktif

Dasar

Seni dan situasi

Pendekatan ilmu pengetahuan

Hasil

Mengutamakan pada proses kegiatan dari alur keputusan pada masa sekarang berdasarkan kecenderugan & kemungkinan yang  terjadi

Mengutamakan output/hasil masa yg akan datang seperti cetak biru (blueprint)


Read more...

Artikel : Mengenal lebih jauh Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah


Apa itu : MANAJEMEN PENINGKATAN MUTU
BERBASIS SEKOLAH ?  

Sebuah pendekatan baru dalam pengelolaan sekolah 
untuk peningkatan mutu

Oleh
Drs. Umaedi, M.Ed
Direktur Pendidikan Menengah Umum
DEPARTEMEN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
DIREKTORAT JENDRAL PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH
DIREKTORAT PENDIDIKAN MENENGAH UMUM
April 1999

Pendahuluan

1. Latar Belakang
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah membawa perubahan di hampir semua aspek kehidupan manusia dimana berbagai permasalahan hanya dapat dipecahkan kecuali dengan upaya penguasaan dan peningkatan ilmu pengetahuan dan teknologi. Selain manfaat bagi kehidupan manusia di satu sisi perubahan tersebut juga telah membawa manusia ke dalam era persaingan global yang semakin ketat. Agar mampu berperan dalam persaingan global, maka sebagai bangsa kita perlu terus mengembangkan dan meningkatkan kualitas sumber daya manusianya. Oleh karena itu, peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan kenyataan yang harus dilakukan secara terencana, terarah, intensif, efektif dan efisien dalam proses pembangunan, kalau tidak ingin bangsa ini kalah bersaing dalam menjalani era globalisasi tersebut.

Berbicara mengenai kualitas sumber daya manusia, pendidikan memegang peran yang sangat penting dalam proses peningkatan kualitas sumber daya manusia. Peningkatan kualitas pendidikan merupakan suatu proses yang terintegrasi dengan proses peningkatan kualitas sumber daya manusia itu sendiri. Menyadari pentingnya proses peningkatan kualitas sumber daya manusia, maka pemerintah bersama kalangan swasta sama-sama telah dan terus berupaya mewujudkan amanat tersebut melalui berbagai usaha pembangunan pendidikan yang lebih berkualitas antara lain melalui pengembangan dan perbaikan kurikulum dan sistem evaluasi, perbaikan sarana pendidikan, pengembangan dan pengadaan materi ajar, serta pelatihan bagi guru dan tenaga kependidikan lainnya. Tetapi pada kenyataannya upaya pemerintah tersebut belum cukup berarti dalam meningkatkan kuailtas pendidikan. Salah satu indikator kekurang berhasilan ini ditunjukkan antara lain dengan NEM siswa untuk berbagai bidang studi pada jenjang SLTP dan SLTA yang tidak memperlihatkan kenaikan yang berarti bahkan boleh dikatakan konstan dari tahun ke tahun, kecuali pada beberapa sekolah dengan jumlah yang relatif sangat kecil.

Ada dua faktor yang dapat menjelaskan mengapa upaya perbaikan mutu pendidikan selama ini kurang atau tidak berhasil. Pertama strategi pembangunan pendidikan selama ini lebih bersifat input oriented. Strategi yang demikian lebih bersandar kepada asumsi bahwa bilamana semua input pendidikan telah dipenuhi, seperti penyediaan buku-buku (materi ajar) dan alat belajar lainnya, penyediaan sarana pendidikan, pelatihan guru dan tenaga kependidikan lainnya, maka secara otomatis lembaga pendidikan ( sekolah) akan dapat menghasilkan output (keluaran) yang bermutu sebagai mana yang diharapkan. Ternyata strategi input-output yang diperkenalkan oleh teori education production function (Hanushek, 1979,1981) tidak berfungsi sepenuhnya di lembaga pendidikan (sekolah), melainkan hanya terjadi dalam institusi ekonomi dan industri.
Kedua, pengelolaan pendidikan selama ini lebih bersifat macro-oriented, diatur oleh jajaran birokrasi di tingkat pusat. Akibatnya, banyak faktor yang diproyeksikan di tingkat makro (pusat) tidak terjadi atau tidak berjalan sebagaimana mestinya di tingkat mikro (sekolah). Atau dengan singkat dapat dikatakan bahwa komleksitasnya cakupan permasalahan pendidikan, seringkali tidak dapat terpikirkan secara utuh dan akurat oleh birokrasi pusat.

Diskusi tersebut memberikan pemahaman kepada kita bahwa pembangunan pendidikan bukan hanya terfokus pada penyediaan faktor input pendidikan tetapi juga harus lebih memperhatikan faktor proses pendidikan..Input pendidikan merupakan hal yang mutlak harus ada dalam batas - batas tertentu tetapi tidak menjadi jaminan dapat secara otomatis meningkatkan mutu pendidikan (school resources are necessary but not sufficient condition to improve student achievement). Disamping itu mengingat sekolah sebagai unit pelaksana pendidikan formal terdepan dengan berbagai keragaman potensi anak didik yang memerlukan layanan pendidikan yang beragam, kondisi lingkungan yang berbeda satu dengan lainnya, maka sekolah harus dinamis dan kreatif dalam melaksanakan perannya untuk mengupayakan peningkatan kualitas/mutu pendidikan. hal ini akan dapat dilaksanakan jika sekolah dengan berbagai keragamannya itu, diberikan kepercayaan untuk mengatur dan mengurus dirinya sendiri sesuai dengan kondisi lingkungan dan kebutuhan anak didiknya. Walaupun demikian, agar mutu tetap terjaga dan agar proses peningkatan mutu tetap terkontrol, maka harus ada standar yang diatur dan disepakati secara secara nasional untuk dijadikan indikator evaluasi keberhasilan peningkatan mutu tersebut (adanya benchmarking). Pemikiran ini telah mendorong munculnya pendekatan baru, yakni pengelolaan peningkatan mutu pendidikan di masa mendatang harus berbasis sekolah sebagai institusi paling depan dalam kegiatan pendidikan. Pendekatan ini, kemudian dikenal dengan manajemen peningkatan mutu pendidikan berbasis sekolah (School Based Quality Management) atau dalam nuansa yang lebih bersifat pembangunan (developmental) disebut School Based Quality Improvement.

Konsep yang menawarkan kerjasama yang erat antara sekolah, masyarakat dan pemerintah dengan tanggung jawabnya masing - masing ini, berkembang didasarkan kepada suatu keinginan pemberian kemandirian kepada sekolah untuk ikut terlibat secara aktif dan dinamis dalam rangka proses peningkatan kualitas pendidikan melalui pengelolaan sumber daya sekolah yang ada. Sekolah harus mampu menterjemahkan dan menangkap esensi kebijakan makro pendidikan serta memahami kindisi lingkunganya (kelebihan dan kekurangannya) untuk kemudian melaui proses perencanaan, sekolah harus memformulasikannya ke dalam kebijakan mikro dalam bentuk program - program prioritas yang harus dilaksanakan dan dievaluasi oleh sekolah yang bersangkutan sesuai dengan visi dan misinya masing - masing. Sekolah harus menentukan target mutu untuk tahun berikutnya. Dengan demikian sekolah secara mendiri tetapi masih dalam kerangka acuan kebijakan nasional dan ditunjang dengan penyediaan input yang memadai, memiliki tanggung jawab terhadap pengembangan sumber daya yang dimilikinya sesuai dengan kebutuhan belajar siswa dan masyarakat.

2. Tujuan
Konsep manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah ini ditulis dengan tujuan;
  1. Mensosialisasikan konsep dasar manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah khususnya kepada masyarakat.
  2. Memperoleh masukan agar konsep manajemen ini dapat diimplentasikan dengan mudah dan sesuai dengan kondisi lingkungan Indonesia yang memiliki keragaman kultural, sosio-ekonomi masyarakat dan kompleksitas geografisnya.
  3. Menambah wawasan pengetahuan masyarakat khususnya masyarakat sekolah dan individu yang peduli terhadap pendidikan, khususnya peningkatan mutu pendidikan.
  4. Memotivasi masyarakat sekolah untuk terlibat dan berpikir mengenai peningkatan mutu pendidikan/pada sekolah masing - masing.
  5. Menggalang kesadaran masyarakat sekolah untuk ikut serta secara aktif dan dinamis dalam mensukseskan peningkatan mutu pendidikan.
  6. Memotivasi timbulnya pemikiran - pemikiran baru dalam mensukseskan pembangunan pendidikan dari individu dan masyarakat sekolah yang berada di garis paling depan dalam proses pembangunan tersebut.
  7. Menggalang kesadaran bahwa peningkatan mutu pendidikan merupakan tanggung jawab semua komponen masyarakat, dengan fokus peningkatan mutu yang berkelanjutan (terus menerus) pada tataran sekolah.
  8. Mempertajam wawasan bahwa mutu pendidikan pada tiap sekolah harus dirumuskan dengan jelas dan dengan target mutu yang harus dicapai setiap tahun. 5 tahun,dst,sehingga tercapai misi sekolah kedepan.
Pengertian Peningkatan Mutu Pendidikan Berbasis Sekolah.
Bervariasinya kebutuhan siswa akan belajar, beragamnya kebutuhan guru dan staf lain dalam pengembangan profesionalnya, berbedanya lingkungan sekolah satu dengan lainnya dan ditambah dengan harapan orang tua/masyarakat akan pendidikan yang bermutu bagi anak dan tuntutan dunia usaha untuk memperoleh tenaga bermutu, berdampak kepada keharusan bagi setiap individu terutama pimpinan kelompok harus mampu merespon dan mengapresiasikan kondisi tersebut di dalam proses pengambilan keputusan. Ini memberi keyakinan bahwa di dalam proses pengambilan keputusan untuk peningkatan mutu pendidikan mungkin dapat dipergunakan berbagai teori, perspektif dan kerangka acuan (framework) dengan melibatkan berbagai kelompok masyarakat terutama yang memiliki kepedulian kepada pendidikan. Karena sekolah berada pada pada bagian terdepan dari pada proses pendidikan, maka diskusi ini memberi konsekwensi bahwa sekolah harus menjadi bagian utama di dalam proses pembuatan keputusan dalam rangka peningkatan mutu pendidikan. Sementara, masyarakat dituntut partisipasinya agar lebih memahami pendidikan, sedangkan pemerintah pusat berperan sebagai pendukung dalam hal menentukan kerangka dasar kebijakan pendidikan.
Strategi ini berbeda dengan konsep mengenai pengelolaan sekolah yang selama ini kita kenal. Dalam sistem lama, birokrasi pusat sangat mendominasi proses pengambilan atau pembuatan keputusan pendidikan, yang bukan hanya kebijakan bersifat makro saja tetapi lebih jauh kepada hal-hal yang bersifat mikro; Sementara sekolah cenderung hanya melaksanakan kebijakan-kebijakan tersebut yang belum tentu sesuai dengan kebutuhan belajar siswa, lingkungan Sekolah, dan harapan orang tua. Pengalaman menunjukkan bahwa sistem lama seringkali menimbulkan kontradiksi antara apa yang menjadi kebutuhan sekolah dengan kebijakan yang harus dilaksanakan di dalam proses peningkatan mutu pendidikan. Fenomena pemberian kemandirian kepada sekolah ini memperlihatkan suatu perubahan cara berpikir dari yang bersifat rasional, normatif dan pendekatan preskriptif di dalam pengambilan keputusan pandidikan kepada suatu kesadaran akan kompleksnya pengambilan keputusan di dalam sistem pendidikan dan organisasi yang mungkin tidak dapat diapresiasiakan secara utuh oleh birokrat pusat. Hal inilah yang kemudian mendorong munculnya pemikiran untuk beralih kepada konsep manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah sebagai pendekatan baru di Indonesia, yang merupakan bagian dari desentralisasi pendidikan yang tengah dikembangkan.

Manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah merupakan alternatif baru dalam pengelolaan pendidikan yang lebih menekankan kepada kemandirian dan kreatifitas sekolah. Konsep ini diperkenalkan oleh teori effective school yang lebih memfokuskan diri pada perbaikan proses pendidikan (Edmond, 1979). Beberapa indikator yang menunjukkan karakter dari konsep manajemen ini antara lain sebagai berikut; (i) lingkungan sekolah yang aman dan tertib, (ii) sekolah memilki misi dan target mutu yang ingin dicapai, (iii) sekolah memiliki kepemimpinan yang kuat, (iv) adanya harapan yang tinggi dari personel sekolah (kepala sekolah, guru, dan staf lainnya termasuk siswa) untuk berprestasi, (v) adanya pengembangan staf sekolah yang terus menerus sesuai tuntutan IPTEK, (vi) adanya pelaksanaan evaluasi yang terus menerus terhadap berbagai aspek akademik dan administratif, dan pemanfaatan hasilnya untuk penyempurnaan/perbaikan mutu, dan (vii) adanya komunikasi dan dukungan intensif dari orang tua murid/masyarakat. Pengembangan konsep manajemen ini didesain untuk meningkatkan kemampuan sekolah dan masyarakat dalam mengelola perubahan pendidikan kaitannya dengan tujuan keseluruhan, kebijakan, strategi perencanaan, inisiatif kurikulum yang telah ditentukan oleh pemerintah dan otoritas pendidikan. Pendidikan ini menuntut adanya perubahan sikap dan tingkah laku seluruh komponen sekolah; kepala sekolah, guru dan tenaga/staf administrasi termasuk orang tua dan masyarakat dalam memandang, memahami, membantu sekaligus sebagai pemantau yang melaksanakan monitoring dan evaluasi dalam pengelolaan sekolah yang bersangkutan dengan didukung oleh pengelolaan sistem informasi yang presentatif dan valid. Akhir dari semua itu ditujukan kepada keberhasilan sekolah untuk menyiapkan pendidikan yang berkualitas/bermutu bagi masyarakat.

Dalam pengimplementasian konsep ini, sekolah memiliki tanggung jawab untuk mengelola dirinya berkaitan dengan permasalahan administrasi, keuangan dan fungsi setiap personel sekolah di dalam kerangka arah dan kebijakan yang telah dirumuskan oleh pemerintah. Bersama - sama dengan orang tua dan masyarakat, sekolah harus membuat keputusan, mengatur skala prioritas disamping harus menyediakan lingkungan kerja yang lebih profesional bagi guru, dan meningkatkan pengetahuan dan kemampuan serta keyakinan masyarakat tentang sekolah/pendidikan. Kepala sekolah harus tampil sebagai koordinator dari sejumlah orang yang mewakili berbagai kelompok yang berbeda di dalam masyarakat sekolah dan secara profesional harus terlibat dalam setiap proses perubahan di sekolah melalui penerapan prinsip-prinsip pengelolaan kualitas total dengan menciptakan kompetisi dan penghargaan di dalam sekolah itu sendiri maupun sekolah lain. Ada empat hal yang terkait dengan prinsip - prinsip pengelolaan kualitas total yaitu; (i) perhatian harus ditekankan kepada proses dengan terus - menerus mengumandangkan peningkatan mutu, (ii) kualitas/mutu harus ditentukan oleh pengguna jasa sekolah, (iii) prestasi harus diperoleh melalui pemahaman visi bukan dengan pemaksaan aturan, (iv) sekolah harus menghasilkan siswa yang memiliki ilmu pengetahuan, keterampilan, sikap arief bijaksana, karakter, dan memiliki kematangan emosional. Sistem kompetisi tersebut akan mendorong sekolah untuk terus meningkatkan diri, sedangkan penghargaan akan dapat memberikan motivasi dan meningkatkan kepercayaan diri setiap personel sekolah, khususnya siswa. Jadi sekolah harus mengontrol semua semberdaya termasuk sumber daya manusia yang ada, dan lebih lanjut harus menggunakan secara lebih efisien sumber daya tersebut untuk hal - hal yang bermanfaat bagi peningkatan mutu khususnya. Sementara itu, kebijakan makro yang dirumuskan oleh pemerintah atau otoritas pendidikan lainnya masih diperlukan dalam rangka menjamin tujuan - tujuan yang bersifat nasional dan akuntabilitas yang berlingkup nasional.

Pengertian mutu
Dalam rangka umum mutu mengandung makna derajat (tingkat) keunggulan suatu produk (hasil kerja/upaya) baik berupa barang maupun jasa; baik yang tangible maupun yang intangible. Dalam konteks pendidikan pengertian mutu, dalam hal ini mengacu pada proses pendidikan dan hasil pendidikan. Dalam "proses pendidikan" yang bermutu terlibat berbagai input, seperti; bahan ajar (kognitif, afektif, atau psikomotorik), metodologi (bervariasi sesuai kemampuan guru), sarana sekolah, dukungan administrasi dan sarana prasarana dan sumber daya lainnya serta penciptaan suasana yang kondusif. Manajemen sekolah, dukungan kelas berfungsi mensinkronkan berbagai input tersebut atau mensinergikan semua komponen dalam interaksi (proses) belajar mengajar baik antara guru, siswa dan sarana pendukung di kelas maupun di luar kelas; baik konteks kurikuler maupun ekstra-kurikuler, baik dalam lingkup subtansi yang akademis maupun yang non-akademis dalam suasana yang mendukung proses pembelajaran. Mutu dalam konteks "hasil pendidikan" mengacu pada prestasi yang dicapai oleh sekolah pada setiap kurun waktu tertentu (apakah tiap akhir cawu, akhir tahun, 2 tahun atau 5 tahun, bahkan 10 tahun). Prestasi yang dicapai atau hasil pendidikan (student achievement) dapat berupa hasil test kemampuan akademis (misalnya ulangan umum, Ebta atau Ebtanas). Dapat pula prestasi di bidang lain seperti prestasi di suatu cabang olah raga, seni atau keterampilan tambahan tertentu misalnya : komputer, beragam jenis teknik, jasa. Bahkan prestasi sekolah dapat berupa kondisi yang tidak dapat dipegang (intangible) seperti suasana disiplin, keakraban, saling menghormati, kebersihan, dsb.

Antara proses dan hasil pendidikan yang bermutu saling berhubungan. Akan tetapi agar proses yang baik itu tidak salah arah, maka mutu dalam artian hasil (ouput) harus dirumuskan lebih dahulu oleh sekolah, dan harus jelas target yang akan dicapai untuk setiap tahun atau kurun waktu lainnya. Berbagai input dan proses harus selalu mengacu pada mutu-hasil (output) yang ingin dicapai. Dengan kata lain tanggung jawab sekolah dalam school based quality improvement bukan hanya pada proses, tetapi tanggung jawab akhirnya adalah pada hasil yang dicapai . Untuk mengetahui hasil/prestasi yang dicapai oleh sekolah ' terutama yang menyangkut aspek kemampuan akademik atau "kognitif" dapat dilakukan benchmarking (menggunakan titik acuan standar, misalnya :NEM oleh PKG atau MGMP). Evaluasi terhadap seluruh hasil pendidikan pada tiap sekolah baik yang sudah ada patokannya (benchmarking) maupun yang lain (kegiatan ekstra-kurikuler) dilakukan oleh individu sekolah sebagai evaluasi diri dan dimanfaatkan untuk memperbaiki target mutu dan proses pendidikan tahun berikutnya. Dalam hal ini RAPBS harus merupakan penjabaran dari target mutu yang ingin dicapai dan skenario bagaimana mencapainya.

Kerangka kerja dalam manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah
Dalam manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah ini diharapkan sekolah dapat bekerja dalam koridor - koridor tertentu antara lain sebagai berikut ;
Sumber daya; sekolah harus mempunyai fleksibilitas dalam mengatur semua sumber daya sesuai dengan kebutuhan setempat. Selain pembiayaan operasional/administrasi, pengelolaan keuangan harus ditujukan untuk : (i) memperkuat sekolah dalam menentukan dan mengalolasikan dana sesuai dengan skala prioritas yang telah ditetapkan untuk proses peningkatan mutu, (ii) pemisahan antara biaya yang bersifat akademis dari proses pengadaannya, dan (iii) pengurangan kebutuhan birokrasi pusat.

Pertanggung-jawaban (accountability); sekolah dituntut untuk memilki akuntabilitas baik kepada masyarakat maupun pemerintah. Hal ini merupakan perpaduan antara komitment terhadap standar keberhasilan dan harapan/tuntutan orang tua/masyarakat. Pertanggung-jawaban (accountability) ini bertujuan untuk meyakinkan bahwa dana masyarakat dipergunakan sesuai dengan kebijakan yang telah ditentukan dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan dan jika mungkin untuk menyajikan informasi mengenai apa yang sudah dikerjakan. Untuk itu setiap sekolah harus memberikan laporan pertanggung-jawaban dan mengkomunikasikannya kepada orang tua/masyarakat dan pemerintah, dan melaksanakan kaji ulang secara komprehensif terhadap pelaksanaan program prioritas sekolah dalam proses peningkatan mutu.

Kurikulum; berdasarkan kurikulum standar yang telah ditentukan secara nasional, sekolah bertanggung jawab untuk mengembangkan kurikulum baik dari standar materi (content) dan proses penyampaiannya. Melalui penjelasan bahwa materi tersebut ada mafaat dan relevansinya terhadap siswa, sekolah harus menciptakan suasana belajar yang menyenangkan dan melibatkan semua indera dan lapisan otak serta menciptakan tantangan agar siswa tumbuh dan berkembang secara intelektual dengan menguasai ilmu pengetahuan, terampil, memilliki sikap arif dan bijaksana, karakter dan memiliki kematangan emosional. Ada tiga hal yang harus diperhatikan dalam kegiatan ini yaitu;
  • pengembangan kurikulum tersebut harus memenuhi kebutuhan siswa.
  • bagaimana mengembangkan keterampilan pengelolaan untuk menyajikan kurikulum tersebut kepada siswa sedapat mungkin secara efektif dan efisien dengan memperhatikan sumber daya yang ada.
  • pengembangan berbagai pendekatan yang mampu mengatur perubahan sebagai fenomena alamiah di sekolah.
Untuk melihat progres pencapain kurikulum, siswa harus dinilai melalui proses test yang dibuat sesuai dengan standar nasional dan mencakup berbagai aspek kognitif, affektif dan psikomotor maupun aspek psikologi lainnya. Proses ini akan memberikan masukan ulang secara obyektif kepada orang tua mengenai anak mereka (siswa) dan kepada sekolah yang bersangkutan maupun sekolah lainnya mengenai performan sekolah sehubungan dengan proses peningkatan mutu pendidikan.

Personil sekolah; sekolah bertanggung jawab dan terlibat dalam proses rekrutmen (dalam arti penentuan jenis guru yang diperlukan) dan pembinaan struktural staf sekolah (kepala sekolah, wakil kepala sekolah, guru dan staf lainnya). Sementara itu pembinaan profesional dalam rangka pembangunan kapasitas/kemampuan kepala sekolah dan pembinaan keterampilan guru dalam pengimplementasian kurikulum termasuk staf kependidikan lainnya dilakukan secara terus menerus atas inisiatif sekolah. Untuk itu birokrasi di luar sekolah berperan untuk menyediakan wadah dan instrumen pendukung. Dalam konteks ini pengembangan profesioanl harus menunjang peningkatan mutu dan pengharhaan terhadap prestasi perlu dikembangkan. Manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah memberikan kewenangan kepada sekolah untuk mengkontrol sumber daya manusia, fleksibilitas dalam merespon kebutuhan masyarakat, misalnya pengangkatan tenaga honorer untuk keterampilan yang khas, atau muatan lokal. Demikian pula mengirim guru untuk berlatih di institusi yang dianggap tepat.
Konsekwensi logis dari itu, sekolah harus diperkenankan untuk:
  • mengembangkan perencanaan pendidikan dan prioritasnya didalam kerangka acuan yang dibuat oleh pemerintah.
  • Memonitor dan mengevaluasi setiap kemajuan yang telah dicapai dan menentukan apakah tujuannya telah sesuai kebutuhan untuk peningkatan mutu.
  • Menyajikan laporan terhadap hasil dan performannya kepada masyarakat dan pemerintah sebagai konsumen dari layanan pendidikan (pertanggung jawaban kepada stake-holders).
Uraian tersebut di atas memberikan wawasan pemahaman kepada kita bahwa tanggung jawab peningkatan kualitas pendidikan secara mikro telah bergeser dari birokrasi pusat ke unit pengelola yang lebih dasar yaitu sekolah. Dengan kata lain, didalam masyarakat yang komplek seperti sekarang dimana berbagai perubahan yang telah membawa kepada perubahan tata nilai yang bervariasi dan harapan yang lebih besar terhadap pendidikan terjadi begitu cepat, maka diyakini akan disadari bahwa kewenangan pusat tidak lagi secara tepat dan cepat dapat merespon perubahan keinginan masyarakat tersebut.

Kondisi ini telah membawa kepada suatu kesadaran bahwa hanya sekolah yang sekolah yang dikelola secara efektiflah (dengan manajemen yang berbasis sekolah) yang akan mampu merespon aspirasi masyarakat secara tepat dan cepat dalam hal mutu pendidikan.
Institusi pusat memiliki peran yang penting, tetapi harus mulai dibatasi dalam hal yang berhubungan dengan membangun suatu visi dari sistem pendidikan secara keseluruhan, harapan dan standar bagi siswa untuk belajar dan menyediakan dukungan komponen pendidikan yang relatif baku atau standar minimal. Konsep ini menempatkan pemerintah dan otorits pendiidikan lainnya memiliki tanggung jawab untuk menentukan kunci dasar tujuan dan kebijakan pendidikan dan memberdayakan secara bersama-sama sekolah dan masyarakat untuk bekerja di dalam kerangka acuan tujuan dan kebijakan pendidikan yang telah dirumuskan secara nasional dalam rangka menyajikan sebuah proses pengelolaan pendidikan yang secara spesifik sesuai untuk setiap komunitas masyarakat.

Jelaslah bahwa konsep manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah ini membawa isu desentralisasi dalam manajemen (pengelolaan) pendidikan dimana birokrasi pusat bukan lagi sebagai penentu semua kebijakan makro maupun mikro, tetapi hanya berperan sebagai penentu kebijakan makro, prioritas pembangunan, dan standar secara keseluruhan melalui sistem monitoring dan pengendalian mutu. Konsep ini sebenarnya lebih memfokuskan diri kepada tanggung jawab individu sekolah dan masyarakat pendukungnya untuk merancang mutu yang diinginkan, melaksanakan, dan mengevaluasi hasilnya, dan secara terus menerus mnyempurnakan dirinya. Semua upaya dalam pengimplementasian manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah ini harus berakhir kepada peningkatan mutu siswa (lulusan).

Sementara itu pendanaan walaupun dianggap penting dalam perspektif proses perencanaan dimana tujuan ditentukan, kebutuhan diindentifikasikan, kebijakan diformulasikan dan prioritas ditentukan, serta sumber daya dialokasikan, tetapi fokus perubahan kepada bentuk pengelolaan yang mengekspresikan diri secara benar kepada tujuan akhir yaitu mutu pendidikan dimana berbagai kebutuhan siswa untuk belajar terpenuhi. Untuk itu dengan memperhatikan kondisi geografik dan sosiekonomik masyarakat, maka sumber daya dialokasikan dan didistribusikan kepada sekolah dan pemanfaatannya dipercayakan kepada sekolah sesuai dengan perencanaan dan prioritas yang telah ditentukan oleh sekolah tersebut dan dengan dukungan masyarakat. Pedoman pelaksanaan peningkatan mutu kalaupun ada hanya bersifat umum yang memberikan rambu-rambu mengenai apa-apa yang boleh/tidak boleh dilakukan.

Secara singkat dapat ditegaskan bahwa akhir dari itu semua bermuara kepada mutu pendidikan. Oleh karena itu sekolah-sekolah harus berjuang untuk menjadi pusat mutu (center for excellence) dan ini mendorong masing-masing sekolah agar dapat menentukan visi dan misi nya utnuk mempersiapkan dan memenuhi kebutuhan masa depan siswanya.

Strategi pelaksanan di tingkat sekolah
Dalam rangka mengimplementasikan konsep manajemen peningkatan mutu yang berbasis sekolah ini, maka melalui partisipasi aktif dan dinamis dari orang tua, siswa, guru dan staf lainnya termasuk institusi yang memliki kepedulian terhadap pendidikan sekolah harus melakukan tahapan kegiatan sebagai berikut :
  • Penyusunan basis data dan profil sekolah lebih presentatif, akurat, valid dan secara sistimatis menyangkut berbagai aspek akademis, administratif (siswa, guru, staf), dan keuangan.
  • Melakukan evaluasi diri (self assesment) utnuk menganalisa kekuatan dan kelemahan mengenai sumber daya sekolah, personil sekolah, kinerja dalam mengembangkan dan mencapai target kurikulum dan hasil-hasil yang dicapai siswa berkaitan dengan aspek-aspek intelektual dan keterampilan, maupun aspek lainnya.
  • Berdasarkan analisis tersebut sekolah harus mengidentifikasikan kebutuhan sekolah dan merumuskan visi, misi, dan tujuan dalam rangka menyajikan pendidikan yang berkualitas bagi siswanya sesuai dengan konsep pembangunan pendidikan nasional yang akan dicapai. Hal penting yang perlu diperhatikan sehubungan dengan identifikasi kebutuhan dan perumusan visi, misi dan tujuan adalah bagaimana siswa belajar, penyediaan sumber daya dan pengeloaan kurikulum termasuk indikator pencapaian peningkatan mutu tersebut.
  • Berangkat dari visi, misi dan tujuan peningkatan mutu tersebut sekolah bersama-sama dengan masyarakatnya merencanakan dan menyusun program jangka panjang atau jangka pendek (tahunan termasuk anggarannnya. Program tersebut memuat sejumlah program aktivitas yang akan dilaksanakan sesuai dengan kebijakan nasional yang telah ditetapkan dan harus memperhitungkan kunci pokok dari strategi perencanaan tahun itu dan tahun-tahun yang akan datang. Perencanaan program sekolah ini harus mencakup indikator atau target mutu apa yang akan dicapai dalam tahun tersebut sebagai proses peningkatan mutu pendidikan (misalnya kenaikan NEM rata-rata dalam prosentase tertentu, perolehan prestasi dalam bidang keterampilan, olah raga, dsb). Program sekolah yang disusun bersama-sama antara sekolah, orang tua dan masyarakat ini sifatnya unik dan dimungkinkan berbeda antara satu sekolah dan sekolah lainnya sesuai dengan pelayanan mereka untuk memenuhi kebutuhan masyarakat setempat. Karena fokus kita dalam mengimplementasian konsep manajemen ini adalah mutu siswa, maka program yang disusun harus mendukung pengembangan kurikulum dengan memperhatikan kurikulum nasional yang telah ditetapkan, langkah untuk menyampaikannya di dalam proses pembelajaran dan siapa yang akan menyampaikannya.
Dua aspek penting yang harus diperhatikan dalam kegiatan ini adalah kondisi alamiah total sumber daya yang tersedia dan prioritas untuk melaksankan program. Oleh karena itu, sehubungan dengan keterbatasan sumber daya dimungkinkan bahwa program tertentu lebih penting dari program lainnya dalam memenuhi kebutuhan siswa untuk belajar. Kondisi ini mendorong sekolah untuk menentukan skala prioritas dalam melaksanakan program tersebut. Seringkali prioritas ini dikaitkan dengan pengadaan preralatan bukan kepada output pembelajaran. Oleh karena itu dalam rangka pelaksanaan konsep manajemen tersebut sekolah harus membuat skala prioritas yang mengacu kepada program-program pembelajaran bagi siswa. Sementara persetujuan dari proses pendanaan harus bukan semata-mata berdasarkan pertimbangan keuangan melainkan harus merefleksikan kebijakan dan prioritas tersebut. Anggaran harus jelas terkait dengan program yang mendukung pencapaian target mutu. Hal ini memungkinkan terjadinya perubahan pada perencanaan sebelum sejumlah program dan pendanaan disetujui atau ditetapkan.
  • Prioritas seringkali tidak dapat dicapai dalam rangka waktu satu tahun program sekolah, oleh karena itu sekolah harus membuat strategi perencanaan dan pengembangan jangka panjang melalui identifikasi kunci kebijakan dan prioritas. Perencanaan jangka panjang ini dapat dinyatakan sebagai strategi pelaksanaan perencanaan yang harus memenuhi tujuan esensial, yaitu : (i) mampu mengidentifikasi perubahan pokok di sekolah sebagai hasil dari kontribusi berbagai program sekolah dalam periode satu tahun, dan (ii) keberadaan dan kondisi natural dari strategi perencanaan tersebut harus menyakinkan guru dan staf lain yang berkepentingan (yang seringkali merasakan tertekan karena perubahan tersebut dirasakan harus melaksanakan total dan segera) bahwa walaupun perubahan besar diperlukan dan direncanakan sesuai dengan kebutuhan pembelajaran siswa, tetapi mereka disediakan waktu yang representatif untuk melaksanakannya, sementara urutan dan logika pengembangan telah juga disesuaikan. Aspek penting dari strategi perencanaan ini adalah program dapat dikaji ulang untuk setiap periode tertentu dan perubahan mungkin saja dilakukan untuk penyesuaian program di dalam kerangka acuan perencanaan dan waktunya.
  • Melakukan monitoring dan evaluasi untuk menyakinkan apakah program yang telah direncanakan dapat dilaksanakan sesuai dengan tujuan, apakah tujuan telah tercapai, dan sejauh mana pencapaiannya. Karena fokus kita adalah mutu siswa, maka kegiatan monitoring dan evaluasi harus memenuhi kebutuhan untuk mengetahui proses dan hasil belajar siswa. Secara keseluruhan tujuan dan kegiatan monitoring dan evaluasi ini adalah untuk meneliti efektifitas dan efisiensi dari program sekolah dan kebijakan yang terkait dalam rangka peningkatan mutu pendidikan. Seringkali evaluasi tidak selalu bermanfaat dalam kasus-kasus tertentu, oleh karenanya selain hasil evaluasi juga diperlukan informasi lain yang akan dipergunakan untuk pembuatan keputusan selanjutnya dalam perencanaan dan pelaksanaan program di masa mendatang. Demikian aktifitas tersebut terus menerus dilakukan sehingga merupakan suatu proses peningkatan mutu yang berkelanjutan.
Penutup
Beragamnya kondisi lingkungan sekolah dan bervariasinya kebutuhan siswa di dalam proses pembelajaran ditambah lagi dengan kondisi geografi Indonesia yang sangat kompleks, seringkali tidak dapat diapresiasikan secara lengkap oleh birokrasi pusat. Oleh karena itu di dalam proses peningkatan mutu pendidikan perlu dicari alternatif pengelolaan sekolah. Hal ini mendorong lahirnya konsep manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah. Manajemen alternatif ini memberikan kemandirian kepada sekolah untuk mengatur dirinya sendiri dalam rangka peningkatan mutu pendidikan, tetapi masih tetap mengacu kepada kebijakan nasional. Konsekwensi dari pelaksanaan program ini adanya komitmen yang tinggi dari berbagai pihak yaitu orang tua/masyarakat, guru, kepala sekolah, siswa dan staf lainnya di satu sisi dan pemerintah (Depdikbud) di sisi lainnya sebagai partner dalam mencapai tujuan peningkatan mutu.

Dalam rangka pelaksanaan konsep manajemen ini, strategi yang dapat dilaksanakan oleh sekolah antara lain meliputi evaluasi diri untuk menganalisa kekuatan dan kelemahan sekolah. Berdasarkan hasil evaluasi tersebut sekolah bersama-sama orang tua dan masyarakat menentukan visi dan misi sekolah dalam peningkatan mutu pendidikan atau merumuskan mutu yang diharapkan dan dilanjutkan dengan penyusunan rencana program sekolah termasuk pembiayaannya, dengan mengacu kepada skala prioritas dan kebijakan nasional sesuai dengan kondisi sekolah dan sumber daya yang tersedia. Dalam penyusunan program, sekolah harus menetapkan indikator atau target mutu yang akan dicapai. Kegiatan yang tak kalah pentingnya adalah melakukan monitoring dan evaluasi program yang telah direncanakan sesuai dengan pendanaannya untuk melihat ketercapaian visi, misi dan tujuan yang telah ditetapkan sesuai dengan kebijakan nasional dan target mutu yang dicapai serta melaporkan hasilnya kepada masyarakat dan pemerintah. Hasil evaluasi (proses dan output) ini selanjutnya dapat dipergunakan sebagai masukan untuk perencanaan/penyusunan program sekolah di masa mendatang (tahun berikutnya). Demikian terus menerus sebagai proses yang berkelanjutan.

Untuk pengenalan dan menyamakan persepsi sekaligus untuk memperoleh masukan dalam rangka perbaikan konsep dan pelaksanaan manajemen ini, maka sosialisasi harus terus dilakukan. Kegiatan-kegiatan yang bersifat pilot/uji coba harus segera dilakukan untuk mengetahui kendala-kendala yang mungkin muncul di dalam pelaksanaannya untuk dicari solusinya dalam rangka mengantisipasi kemungkinan-kemungkian kendala yang muncul di masa mendatang. Harapannya dengan konsep ini, maka peningkatan mutu pendidikan akan dapat diraih oleh kita sebagai pelaksanaan dari proses pengembangan sumber daya manusia menghadapi persaingan global yang semakin ketat dan ditunjang oleh ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang secara cepat.
Daftar Pustaka
Bendell, Tony, and Boulter, Louise, and Kelly, John, 1993, Benchmarking for Competitive Advantage, Pitman Publishing, London, United Kingdom.
Chapman, Judith (ed), 1990, School-Based Decision-Making and Management, The Falmer Press, Hampshire, United Kingdom.
Dikmenum, 1999, Peningkatan Mutu Pendidikan Berbasis Sekolah: Suatu Konsepsi Otonomi Sekolah (paper kerja), Depdikbud, Jakarta.
...., 1998, Upaya Perintisan Peningkatan Mutu Pendidikan Berbasis Sekolah (paper kerja), Depdikbud, Jakarta.
Karlof, Bengt and Ostblom, Svante, 1994, Benchmarking : A signpost to Excellence in Quality and Productivity, John Wiley and Soons, New York, USA
Pascoe, Susan and Robert, 1998, Education Reform in Australia: 1992-97 (a Case Study), The Education Reform and Management Series, Education-World Bank, Australia.
Roger,Everett M.,1995, Diffusion of Innovations, The Free Press, New New York, USA.
Semiawan, Conny R., dan Soedijarto, 1991, Mencari Strategi Pengembangan Pendidikan Nasional Menjelang Abad XXI, PT. Grasindo, Jakarta.
Suseno, Muchlas, 1998, Percepatan Pembelajaran Menjelang Abad 21 (makalah hasil analisis dari Accelerated Learning for 21st Century oleh Colin Rose and Malcolm J. Nicholl), Pasca Sarjana IKIP Jakarta, Jakarta
TimTeknis Bappenas, 1999, School-Based Management di Tingkat Pendidikan Dasar, Naskah kerjasama Bappenas dan Bank Dunia, Jakarta.
Victorian's Departement of Education, 1997, Developing School Charter: Quality Assurance in Victorian Schools, Education Victoria, Melbourne, Australia.
..., 1998, How Good is Our School: School Performance for School Councillors, Education Victoria, Melbourne, Australia.
Top of Form
Bottom of Form

Read more...

Search by google

Custom Search

About This Blog

Lorem Ipsum

  © Free Blogger Templates Columnus by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP